Selasa, 05 Oktober 2010

CATATAN PERJALANAN (TUTUR SUSUR ARUNG CI TARUM)


Selasa, 29 Desember 2009
Saya ditawari Ayan untuk mengikuti acara press tour-nya Indonesia Power UBP Saguling. Ayan sendiri berhalangan karena ada acara yang kegiatan lebih urgen. Saya sendiri tidak mengetahui konsep dari acara yang diselenggarakan oleh UBP Saguling ini. Awalnya saya hanya tertarik dengan acara susur gua dan arung sungai Citarumnya.


Kamis, 31 Desember 2009
Pukul 3 dini hari saya dibangunkan oleh suara beker yang cukup mengganggu telinga. Saya sendiri malas bangun, apalagi semalam susah tidur. Setelah mengisi perut seadanya, saya memberanikan diri untuk mandi (tiris mang). Saya pun berangkat dari rumah tepat pukul 4, setelah sholat Subuh tentunya.
Perjalanan dimulai menembus kabut yang begitu tebalnya menyelimuti kota Bandung, jalanan begitu lenggangnya sehingga saya bisa memacu sepeda motor saya dengan kecepatan 200 km/jam. Ngagibrig, tapi bae ah da rambo.
Pukul 05.00 saya tiba di Ciwaruga, sebelumnya saya dan Yanstri janjian di tempat kost-nya. Masih ada satu jam lagi untuk perjalanan ke rumah Pa Bachtiar di Kopo. Berbekal alamat lengkap dengan belokan, tanjakan dan turunannya kami berdua menuju Kopo. Ternyata jalanan masih sepi, daripada masuk angin saya menurunkan kecepatan menjadi 180 km/jam. Alhasil, tepat pukul 06.15 kami tiba dengan Pa Bachtiar di rumahnya. Saya pun menitipkan sepeda motor saya di rumah beliau, karena kita akan nebeng mobilnya Pa Budi. Perjalanan dari rumah Pa Bachtiar dilanjutkan dengan jalan kaki menembus pasar. Kemudian dilanjutkan dengan ngangkot ke depan pintu Tol, tempat Pa Budi menunggu.
Perjalanan selanjutnya tidak begitu melelahkan, da naek mobil. Keluar dari Tol Padalarang, memasuki kawasan Citatah, Pa Bachtiar menjelaskan mengenai deretan gunung kapur di kanan dan kiri jalan menuju Rajamandala.
Tiba di kawasan UBP Saguling, di sana terpampang dengan jelas tulisan “Selamat Datang Peserta Press Tour Indonesia Power”. Di sana saya bertemu dengan orang-orang yang berasal dari berbagai media (cetak dan TV).
Acara press tour ini dibuka dengan sederhana, sambutan dari pimpinan UBP Saguling beserta jajaran direksinya. Kemudian menandatangani sebuah nota untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam, utamanya sungai Citarum.

Tutur....... Susur..... Arung......
UBP Saguling merupakan PLTA pertama yang akan membangkitkan listrik di pembangkit-pembangkit lain di Pulau Jawa ketika aliran listrik mati (deadlock). UBP Saguling mengandalkan aliran sungai Citarum yang ditampung di waduk Saguling untuk menggerakkan turbin. Lanjutnya dijelaskan bahwa saat ini aliran sungai Citarum penuh dengan sampah. Baik itu sampah hasil limbah rumah tangga maupun limbah pabrik-pabrik. Sampah-sampah tersebut sangat mengganggu karena disamping kualitas airnya yang buruk (kadar oksigen rendah) sampah tersebut mempercepat rusaknya alat-alat pembangkit ini (turbin). Maka dari itu kelestarian sungai Citarum (khususnya di hulu) harus benar-benar dijaga.
Setelah sedikit pembekalan dari pihak UBP Saguling, perjalanan dimulai ke Guha Sanghyangpoek, yang letaknya di belakang power house Saguling. Ini adalah goa pertama yang akan kami kunjungi, satu-satunya gua yang dapat kami masuki, karena aliran sungai tidak melewatinya. Goa ini dulunya sempat dilewati oleh aliran sungai Citarum (lama). Di depannya mengalir aliran sungai Citarum (lama) yang jernih, yang berasal dari daerah-daerah di sekitarnya. Goa kapur ini terbentuk akibat adanya pengikisan dan pelarutan baik dari samping Citarum maupun proses pelarutan yang bersumber dari air yang meresap dari atas bukit. Di dalam goa, ditengah-tengah kegelapan, dinding goa merupakan satu-satunya hiburan yang sangat berharga. Goa ini dikatakan masih aktif, asal keberadaannya terjaga dari tangan-tangan jahil manusia. Stalagnit dan stalaktitnya benar-benar mempesona, warnanya ada yang keemasan, perak dan putih seperti susu saat disorot oleh lampu senter.
Tempat kedua yang akan dikunjungi adalah Guha Sanghyangtikoro, yang terletak di kiri portal menuju power house Saguling. Menurut kepercayaan, Sanghyangtikoro adalah tempat bobolnya danau Bandung Purba. Kepercayaan tersebut begitu kuatnya berada di tengah-tengah masyarakat Bandung. Setiap wanita yang mandi di aliran sungai Citarum tidak boleh berkeramas dengan membungkuk ke belakang, ditakutkan helaian rambutnya akan terbawa aliran sungai sehingga membuat Sanghyangtikoro tersumbat, yang dapat mengakibatkan Bandung kembali tergenang. Mungkin hal tersebut hanya mitos, namun secara lebih jauh Pa Bachtiar menjelaskan bahwa kepercayaan seperti itu adalah sebuah kearifan lokal yang mempunyai makna tertentu, lebih jauh lagi dimaknai untuk menjaga kebersihan sungai. Rambut saja tidak boleh jatuh (terbuang) di aliran sungai ini apalagi sampah dan limbah.
Berdasarkan penelitian, tempat ini berada pada ketinggian 333 meter di bawah danau dengan jarak sekitar 20 km. Apabila Sanghyangtikoro ini tersumbat aliran sungai yang mengalirinya akan meluap, namun Bandung tetap tidak akan tergenang, karena ketinggian Pasir Sanghyangtikoro ini hanya mencapai 392 mdpl, sehingga air akan meluber terlebih dahulu sebelum mencapai Bandung. Berbeda dengan Guha Sanghyangpoek, bau limbah pabrik sangat tajam sekali disini, ini menunjukkan tingkat pencemaran sungai yang sudah sangat tidak wajar.
Tempat yang ketiga, goa yang terakhir kita kunjungi, adalah Guha Sanghyangkendit. Kendit dalam bahasa Indonesi berarti selendang. Goa ini dipercaya masyarakat sebagai bibijilan, tempat keluarnya air yang masuk melalui Sanghyangtikoro. Pada mulanya terdapat terowongan sungai yang kemudian ambruk. Sampai saat ini berdasarkan perkiraan terdapat sebuah jalur aliran sungai bawah tanah yang menyambung dari Sanghyangtikoro dan berakhir di Sanghyang kendit, namun sampai saat ini belum ada seorang pun yang memasukinya.
Acara terakhir adalah arung jeram menyusuri Citarum sepanjang 8 km. Peserta dibagi kedalam 6 perahu, masing-masing perahu terdiri dari 6 orang dan 1 orang skipper. Arung jeram dimulai tepat di muka Sanghyangkendit dan berakhir di Jembatan lama Cianjur (Rajamandala). Di tengah perjalanan Pa Bachtiar menjelaskan tentang perjalanan orang-orang jaman dulu dari Cianjur ke Bandung hanya berjalan kaki. Dengan menyebrangi sungai Citarum yang begitu derasnya yag memisahkan Bantarcaringin (Cianjur) dengan Cisameng (Bandung Barat). Citarum sejak dari zaman kerajaan merupakan pemisah antara Kerajaan Galuh (timur) dengan Kerajaan Sunda (barat).
Acara press tour ini pun diakhiri dengan hiburan dangdutan dan makan sore di lingkungan UBP Saguling.
Kegiatan akhir tahunan ini sebenarnya dikhususkan untuk pers (media), tema acaranya Press Tour Indonesia Power. Hampir setiap tahunnya pihak Indonesia Power menyelenggarakan acara sedemikian rupa, sebagai bentuk terima kasih dan silaturahmi dengan pers atau media. Namun entah kenapa, Yanstri bisa ikut serta. Yang berbeda dengan penyelenggaraannya di tahun ini adalah, cara mengemas acara ini sehingga tidak hanya sekedar press tour semata. Adalah Pa T. Bachtiar, beliau sengaja dihadirkan untuk memaknai acara Press Tour Indonesia Power “Susur Tutur Arung Citarum”. Di sela-sela perjalanan beliau memberikan penjelasan yang cukup mendetil mengenai keberadaan sungai Citarum, khususnya daerah-daerah di sekitar UBP Saguling.

Sumber :
1. T. Bachtiar. 2004. Bandung Purba. Bandung : Masyarakat Geografi Indonesia.
2. T. Bachtiar. Tiga Pesona Sang Dewa Alam, Panduan Lapangan.

2 komentar:

  1. Punten, boleh info lebih terkait sanghyang tikori dan poek kang? Bokeh minta kontaknya?

    BalasHapus